Kliktangerang.com – Kebijakan migrasi dari TV analog ke siaran digital atau analog switch off (ASO) di wilayah Jabodetabek telah dimulai pada Rabu 2 November 2022 pukul 24.00 WIB.
Kebijakan migrasi ASO ini sesuai dengan hadirnya UU Omnibus Law (UU No 11/2020) yang dijabarkan dalam PP No 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran.
Selain itu, diatur juga dalam Peraturan Menkominfo No 11/2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran yang mewajibkan semua lembaga penyiaran untuk menyetop siaran analog pada 2 November 2022.
Pakar Digital Anthony Leong menyampaikan kebijakan ini sebenarnya baik untuk mendorong digitalisasi di Indonesia, tetapi waktu penerapannya tidak tepat, lantaran masih banyak PR yang harus diselesaikan Pemerintah.
Seharusnya Pemerintah benahi kebijakan digitalisasi, utamanya literasi dan akses digital bagi seluruh masyarakat, karena masih jauh dari kata memadai.
“TV analog ini merupakan sumber informasi utama bagi masyarakat kecil di berbagai daerah yang kurang akses internet,” ungkap Anthony, Kamis 10 November 2022.
Ketua HIPMI Digital Academy ini menambahkan, saat ini ASO telah diterapkan di Jabodetabek. Memang masyarakat tidak perlu membeli TV baru karena TV analog bisa menyiarkan siaran TV digital dengan bantuan Set Top Box (STB).
“Tetapi meskipun pakai STB sekalipun, seharusnya hal ini dikaji secara komprehensif baik dari aspek teknis dan lainnya,” ujarnya.
STB adalah alat dekoder yang mampu mengonversi sinyal digtal menjadi gambar dan suara agar bisa ditampilkan di TV analog. Dengan STB, masyarakat bisa menonton siaran TV digital di televisi analog.
Kebijakan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesiapan teknis. Stasiun televisi yang masih membandel dengan menyiarkan siaran analog bahkan terancam dicabut izin stasiun radio atau ISR-nya.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut proses migrasi ini sudah berjalan efektif.
“Jikalau memang kebijakan ini didasari pada UU Ciptaker dan turunannya, sedangkan Pemerintah dilarang untuk membuat kebijakan strategis dan berdampak luas bagi masyarakat hingga ada revisi UU Ciptaker sesuai dengan Putusan MK No 91/2020,” jelas Anthony.
Kebijakan tersebut dianggap mahasiswa doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Padjajadan ini belum tepat untuk dijalankan. Saat ini kebijakan hanya dilaksanakan di Jabodetabek saja. Namun belum diketahui apakah seluruh warga di Jabodetabek sudah terjangkau digitalisasi secara menyeluruh atau tidak.
Anthony menyebut, kebijakan ini jangan hanya sekedar kelihatan keren semata, tetapi tidak berbasis kajian digital yang memadai. Transformasi digital banyak jalannya bukan hanya dengan ASO ini, tapi bagaimana bisa membangun fundamental digital yang baik, yang tujuannya untuk menjamin penyampaian berbagai informasi ke masyarakat diterima secara baik.
“Karena ingat hak informasi adalah hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi,” ungkap CEO Menara Digital itu.
Terakhir, Anthony menjelaskan perubahan itu memang merupakan hal pasti terjadi, tetapi harus dilandasi kajian digital yang komprehensif dan infrastuktur memadai untuk mencapai tujuan digitalisasi.
Source: TangerangNews