Kliktangerang.com – Jauh sebelum menjadi tempat perumahan modern dan berkelas, wilayah Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, rupanya memiliki sejarah yang patut diketahui.
Sesuai dengan namanya, wilayah seluas 3500,94 hektare dengan jumlah penduduk sekitar 136.925 jiwa ini, pernah menjadi lokasi pengintaian.
Dikutip dari situs resmi panongangdesa.id pada Senin, 10 Oktober 2022, nama Panongan berasal dari bahasa Sunda, yakni ‘Panoongan’ yang memiliki arti pengelihatan/mengintai/lokasi pengintaian.
Dilansir dari kanal Youtube N703 Channel, Panongan yang dulunya masuk dalam wilayah kesultanan Banten konon, dipergunakan oleh para prajurit Banten untuk melihat atau mengintai pergerakan dari tentara VOC Belanda. Sebab, lokasinya tidak jauh dari garis zona demarkasi antara wilayah VOC dan kesultanan Banten.
Lantaran wilayah Panongan termasuk dataran tinggi, hal itu memudahkan prajurit kesultanan Banten untuk memantau dan melihat pergerakan tentara VOC dari kejauhan.
Sebagai informasi, ketika VOC berjaya di bumi Nusantara dan menjadi pusat perdagangan, terdapat pembagian batas teritorial wilayah antara VOC dan kesultanan Banten yang terletak di Sungai Cisadane, yakni sisi timur masuk wilayah VOC, sedangkan sisi barat masuk wilayah kesultanan Banten.
Menurut sejarah, saat pemberontakan VOC di Batavia pada 1740 yang dipimpin Gubernur Jenderal VOC Adrian Valkenier, terjadi sebuah pembantaian besar-besaran.
Akibatnya, banyak dari warga keturunan Tionghoa yang melarikan diri ke daerah perbatasan seperti Tangerang, tak terkecuali wilayah Panongan, sehingga tidak heran di Panongan terdapat banyak peninggalan budaya Tionghoa.
Selain itu, masih banyak juga warga keturunan Tionghoa yang mendiami wilayah ini, bahkan ada pemukimannya tersendiri seperti di Karawaci Kota Tangerang.
Selain itu, di Panongan pernah hidup seorang wali, ulama, wara’i, zuhud, sekaligus guru (mursyid) tarekat bernama Syekh Nasidan bin Aidan atau Uyut Icang yang masa hidupnya di abad 19 M dalam usia 75 tahun. Ini artinya ketika meninggal di awal 1888 sudah memasuki usia tujuh puluhan.
Menurut pandangan sejarawan, kuat dugaan bahwa Syekh Nasidan ikut terlibat dalam peristiwa Geger Cilegon, yakni sebuah peristiwa pemberontakan petani Banten pada 9 Juli 1888 yang diinisiasi dari Mekkah dan diperjuangkan oleh kiai-kiai alumni Mekkah yang menetap di Banten.
Berdasarkan petunjuk tahun hidupnya, meski secara geografis terlalu jauh untuk dikaitkan karena kehidupannya di Panongan Tangerang. Tetapi jejaring tarekat itulah indikasi ada peran Uyut Icang dalam perjuangan para ulama dalam melawan penjajah Belanda di seluruh wilayah karesidenan Banten, seperti yang dilansir dari Banten.nu.or.id.
Setelah melalui sejarah panjang, Panongan kemudian diresmikan menjadi kecamatan pada 25 Mei 1999 berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 1999, hasil pemekaran dari Kecamatan Cikupa. Lalu pada tanggal 25 Mei ditetapkan sebagai hari jadi Kecamatan Panongan.
Perubahan dan pemekaran itu sejak hadirnya pengembang proyek terbesar Ciputra Group seluas 2,760 Hektar (Ha) yang merangkum hunian, komersil, dan fasilitas umum yang lengkap dan modern.
Kini Panongan dikenal menjadi wilayah di Kabupaten Tangerang sebagai tempat hunian hunian yang nyaman, berkelas, dan modern yang dilengkapi berbagai sarana kebutuhan masyarakat seperti fasilitas pendidikan, rumah sakit, hingga pusat perbelanjaan seperti Serpong Tangerang Selatan.